Simplisia

SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang merupakan bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain :
1.    Bahan baku simplisia.
2.    Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
3.    Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka
ketiga faktor tersebut harus memenuhi syarat minimal yang ditetapkan.

A.   PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM
1.    Bahan Baku
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi simplisia.Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau ditempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misanya sebagai tanaman hias, tanaman pagar tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman budidaya dapat diperkebunkan secara luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan yang berupa tanaman tumpang sari atau Taman Obat Keluarga. Taman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang secara sengaja digunakan untuk menanam tanaman obat. Taman Obat Keluarga selain bertujuan untuk dijadikan tempat memperoleh bahan baku simplisia, dapat berfungsi pula sebagai tanaman hias, taman gizi, taman buah-buahan, pagar pekarangan dan sebagainya.
            Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika dibandingkan dengan tanaman budidaya, karena simplisia yang dihasilkan mutunya tdak tetap.


Hal ini terutama disebabkan :
1.    Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama, karena umur saat panen tidak sama.
2.    Jenis (Species) tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan, sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. Contoh pada Rasuk angin (Usnea sp.) bila diperhatikan dapat dipisahkan menjadi 3 Usnea.
Sering juga terjadi kekeliruan dalam menetapkan suatu jenis tumbuhan, karena dua jenis tumbuhan dalam satu marga (genus) sering mempunyai bentuk morfologis yang sama. Untuk itu pengumpul harus merupakan seorang ahli atau berpengalaman dalam mengenal jenis-jenis tumbuhan. Perbedaan jenis tumbuhan akan memberikan perbedaan pada kandungan senyawa aktif, yang berarti mutu simplisia yang dihasilkan akan berbeda pula.
3.    Lingkungan tempat tumbuh yang berbeda seringkali mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi tinggi tempat, keadaan tanah dan cuaca.
Perusahaan obat tradisional yang menggunakan simplisia berasal dar tumbuhan liar, selain mutu yang berbeda, sering pula menyebabkan harga yang bervariasi. Usaha membudidayakan tanaman obat untuk simplisia, diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Keseragaman umur pada saat panen, lingkungan tempat tumbuh dan jenis yang benar dapat ditentuka dan diatur sesuai dengan tujuan untuk memperoleh mutu simplisia yang seragam. Selain itu, tanaman budidaya dapat diusahakan untuk meningkatkan mutu simplsia dengan jalan :
1.    Bibit dipilih untuk mendapatkan tanaman unggul, sehingga simplisia yang dihasilkan memiliki kandungan senyawa aktif yang tinggi.
2.    Pengolahan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan perlindungan tanaman dilakukan dengan saksama dan bila mungkin menggunakan teknologi tepat guna.

2.    Dasar Pembuatan
a.Simplisa dibuat dengan cara pengeringan.
        Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlau tinggi. Pengeringan yang dilakukan dengan waktu lam akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibakan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang sama pada pengeringan dan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat denganproses fermentasi.
      Proses fermentasi dilakukan dengan saksama, agar proses tersebut berkelanjutan ke arah yang tidak diinginkan.



c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
      Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan, eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
      Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman pathogen, logam berat dan lain-lain.

3.    Tahapan Pembuatan
Pada umumnya pemuatan simplisia melalui tahapan seperti berikut :
pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
a.    Pengumpulan Bahan Baku.
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain tergantung
pada :
1.    Bagian tanaman yang digunakan.
2.    Umur tanaman atau bagian tanaman yang digunakan.
3.    Waktu panen.
4.    Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa
aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal didalam didalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua, batang mulai mulai berlignin dan kadar hiosiamina semakin meningkat. Kadar alkaloid hiosiamina tertinggi dicapai dalam pucuk tanaman saat tanaman berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat tanaman berbuah dan makin turun ketika buah semakin tua. Contoh lain, pada tanaman Mentha piperita muda mengandung mentol banyak dalam daunnya. Kadar minyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamomum camphora,kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Disampng waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperatikan pula simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen di pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1.    Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia roxburgiii) pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misalnya jarak (Ricinus communis)
2.    Tanaman yang pada saat dipanen diambil buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah, seperti perubahan tingkat kekerasan misalnya labu merah (Cucurbita moschata). Perubahan warna, misalnya asam (Tamarindus indica) , kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoe belimbi), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucumis sativus),pare (Momordica charantia).
3.    Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil adalah pada pucuk daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus).
4.    Tanaman yang pada saat dipanen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak pada bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Contoh panenan ini misalnya sembung
( Blumea balsamifera ).
5.    Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak menganggu pertumbuhan sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan, antara lain menjelang musim kemarau.
6.    Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian atas, misalnya bawang merah (Allium cepa).
7.    Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan maksimum.
Pemanenan dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat maupun
menggunakan mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik diperlukan agar diperoleh simplisa yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Pemilian terhadap peralatan untuk pemanenan juga perlu dilakukan, seperti penggunaan mesin berbahan logam sebaiknya tidak digunakan karena akan merusak senyawa aktif simlplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya. Cara pengambilan  bagian  tanaman untuk pembuatan simplisia dapat dilihat pada table berikut.






Tabel 1
Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia.
No.
Bagian Tanaman
Cara Pengumpulan
Kadar Air Simplisia
1
Kulit Batang
Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu ;untuk kulit batang mengandung minyak atsiri/ golongan senyawa fenol digunakan alat pengelupas bukan logam.


 10%
2
Batang
Dari cabang dipotong-potong dengan panjang tertentu dan diameter cabang tertentu.

 10%
3
Kayu
Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut(disugu) setelah dikelupas kulitnya.

 10%
4
Daun
Tua dan muda (daerah pucuk), dipetik dengan tangan satu persatu.
 5 %
5
Bunga
Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, dipetik dengan tangan.

 5 %
6
Pucuk
Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan (mengandung daun muda dan bunga).

 8%
7
Akar
Dari bawah permukaan tanah, dipotong dengan ukuran tertentu.
 10%
8
Rimpang
Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.

 8%
9
Buah
Masak, hampir masak, dipetik dengan tangan.
 8%
10
Biji
Buah dipetik:dikupas kulit buahnya dengan pisau atau menggilas, kemudian biji dikumpulkan dan dicuci.

 10%
11
Kulit Buah
Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci.
 8 %
12
Bulbus
Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun dan akar dengan cara dipotong kemudian dicuci.

-

b.    Sortasi Buah.
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Mislnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, baan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.


c.    Pencucian.
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih dari mata air atau air sumur maupun PDAM.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri umum yang terapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterbacter dan Escherichia. Pada simplisia akar, batang dan buah dapat dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut tidak memerlukan pencucian apabila pengupasan dilakukan dengan cara yang tepat dan bersih.

d.    Perajangan.
Beberapa jenis simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan pada
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan lagsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh sejama 1hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus. Sebagai contoh suatu alat yang disebut RASINGKO (perajang singkong) yang dapat digunakan untuk merajang singkong atau bahan lainnya sampai ketebalan 3mm atau lebih.
            Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena iu, bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur, dan bahan sejenis lainnya dihindari dari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar minyak atsiri. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.

e.    Pengeringan.
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
            Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama simplisia tersebut mengandung kadar air.  Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolism, yakno proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan simplisia dikeringkan, terlebih dahulu dilakukan proses stabilisasi, yakni proses untuk menghentikan enzim enzimatik. Cara yang lazim , dilakukan pada saat itu adalah merendam bahan simplisia dengan etanol 70% atau mengaliri uap panas.
            Untuk pembuatan simplisia tertentu proses enzimatik ini justru dikehendaki setelah pemetikan. Dalam hal ini, sebelum proses pengeringan bagian tanaman dibiarkan dalam suhu dan kelembaban tertentu agar reaksi enzimatik dapat berlangsung. Cara lain, dapat pula dilakukan dengan pegeringan perlahan-lahan agar reaksi enzimatik masih berlangsung selama proses pengeringan. Proses enzimatik disini masih perlu dilakukan karena senyawa yang aktif yang dikehendaki masih dalam ikatan kompleks dan baru dipecah dari ikatan kompleks serta dibebaskan oleh enzim tertentu. Contoh simplisia ini adalaha vanili, buah kola dan sebagainya. Pada jenis baan simplisia tertentu, setelah panen langsung dikeringkan, proses ini dilakukan pada bahan simplisia yang mengandung bahan senyawa aktif yang mudah menguap. Selain itu, penundaan proses pengeringan pada bahan simplisia ini akan menurunkan kadar senyawa aktif tersebut serta akan menurunkan mutu dari simplisia tersebut. Meskipun masih banyak jenis simplisia yang masih dapat ditunda pengeringannya, akan tetapi prinsip pengeringan sebaiknya dilakukan setelah pengumpulan bahan selesai dikumpulkan, kecuali apabila bahan simplisia membutuhkan proses fermentasi.
            Pengeringan simplisia dilakukan dengan cara menggunakan sinar matahari atau menggunakan sebuah alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengeringan simplisia adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia sebaiknya tidak menggunakan peralatan yang terbuat dari plastik. Selama proses pengeringan simplisia hal-hal tersebut harus benar-benar diperhatikan sehingga akan diperoleh hasil simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat juga menyebabkan terjadinya “Face Hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalam masih basah. Hal ini disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pegeringan tinggi atau terjadi suatu keadaan yang menyebabkan penguapan air pada permukaan bahan jauh lebih cepat dari difusi air dari dalam permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face Hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebsukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan.
            Suhu pengeringan tergantung pada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 sampai 90 , tetapi suhu yang terbaik tidak melebihi 60 Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30  sampai 45 , atau dengan pengeringan vakum yaitu dengan cara mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan sehingga tekanan kira-kira 5mm/Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia, cara pengeringan dan tahap-tahap selama pengeringan, kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan.
            Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang, pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alami dan buatan.

Gambar 1
ALAT PENGERING TENDA SURYA
            Alat pengering tenda surya ini adalah alat untuk mengeringkan bahan simplisia dengan energi surya berbentuk tenda atau kemah. Kapasitas alat tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Kapasitas alat 35 kg untuk irisan simplisia, dengan waktu pengeringan efektif 8-10 jam dengan suhu pengeringan rata-rata 50

Gambar 2
ALAT PENJEMUR
            Alat penjemur dirancang untuk mengeringkan simplisia dengan energi surya sebagai alternative untuk menggantikan penjemuran dengan cara tradisional di atas alas plastic, alas bambu, lantai semen atau tanah. Tujuannya adalah supaya tanaman simplisia lebih cepat kering, tidak terganggu hujan dan terhindar dari kotaminasi kotoran. Suhu rata-rata yang dicapai oleh alat ini adalah 48,5 , dengan suhu maksimum 56,2  dan suhu minimum 32,5 , dengan suhu udara luar rata-rata adalah 33,5 . Pengeringan dengan alat ini lebih cepat 60% dari penjemuran tradisional.

1.    Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang        
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan, yakni :
a.    Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang stabil. Pengeringan dengan sinar matahari banyak dipraktekkan di Indonesia, yang mana merupakan salah satu cara dan upaya yang murah dan praktis. Pengeringan ini dilakuan dengan cara membiarkan bahan yang dipotong di udara terbuka diatas tampah-tampah, tanpa kondisi yang terkontrol, seperti suhu kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung pada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya tepat dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberikan kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering.
b.    Dengan diangin-anginkan an tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini merupakan cara utama yang digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang mudah menguap.
Pada kedua cara tersebut, tempa pengeringan mempunyai dasar-dasar berlubang seperti anyaman bambu, kain kasa dan lain sebagainya. Umumnya dasar tempat pengeringan tersebut bukan dari logam karena logam akan bereaksi dan merusak senyawa aktif tertentu. Letak pengeringan juga diatur sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara dari atas kebawah atau sebaliknya. Ini berarti bahwa simplisia yang dikeringkan harus dihamparkan setipis mungkin diatas tempat pengeringan dan di bawah tempat pengeringan diberi jarak tertentu dengan lantai atau dengan pengering dibawahnya sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara.

2.    Pengeringan Buatan.
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan
pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah udara dipansakan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, listrik, atau mesin diesel, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan-bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan diatas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang mudah, murah, sederhana dan praktis dengan hasil yang cukup baik. Cara yang lain misalnya dengan menempatkan bahan-bahan yang akan dikeringkan diatas pita atau ban berjalan dan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.


            Dengan menggunakan pengering buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik, karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan menggunakan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10 sampai 12 %, dengan menggunakan suatau alat pengering buatan dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6-8 jam.
            Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa jenis simplisia yang dapat tahan lama jika kaar airnya diturunkan 4 sampai 8 %, sedangkan simplisia lainnya mungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

f.     Sortasi Kering.
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahapan akhir dari
pembutan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudiandisimpan. Seperti halnya dengan sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan cara mekanik. Pada simplisia berbentuk rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Dengan demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lainnya yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

g.    Pengepakan dan Penyimpanan.
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar
maupun dalam, antara lain     :
1.    Cahaya                 :           Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan
Perubahan kimia pada simplisia, misalnya isomerisasi, rasemisasi dan sebagainya.
2.    Oksigen udara      :           Senyawa tertentu pada simplisia dapat mengalami
perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan lain sebagainya.
3.    Reaksi Kimia         :           Perubahan kimiawi pada simplisia yang dapat disebabkan
Intern                                 oleh reaksi kima intern, misalnya oleh enzim,
polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4.    Dehidrasi               :           Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka
simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga semakin lama semakin mengecil (kisut).



5.    Penyerapan air     :           Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal, basah atau mencair (lumer).
6.    Pengotoran           :           Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh
berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, eksskresi hewan, bahan-bahan asing(misalnya minyak yang tumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7.    Serangga              :           Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran
pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupun oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8.    Kapang                  :           Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia
dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia, zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat menganggu kesehatan.
              Selama penyimpanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada simplisia, kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya. Penyebab utama pada kerusakan simplisia yang utama adalah air dan kelembaban. Untuk dapat disimpan dalam waktu lama, simplisia harus dikeringkan terlebih dahulu sampi kering, sehingga kandungan airnya tidak lagi dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia.
              Cara menyimpan simplisia dalam wadah yang kurang sesuai memungkinkan terjadinya kerusakan pada simplisia karena dimakan kutu atau ngengat yang temasuk golongan hewan serangga atau insekta. Berbagai jenis serangga yang dapat menimbulkan kerusakan pada hampir semua jenis simplisia yang berasal dari tumbuhan dan hewan, biasanya jenis serangga tertentu merusak jenis simplisia tertentu pula. Kerusakan pada penyimpanan simplisia yang perlu mendapatkan perhatian juga ialah kerusakan yang ditimbulkan oleh hewan pengerat seperti tikus.
              Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasannya harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpanannya.
              Wadah harus bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi(inert) dengan isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan rasa, warna, bau dan sebagainya pada simplisia. Selain itu wadah harus melindungi simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga serta mempertahankan senyawa aktif yang mudah menguap atau mencegah pengaruh sinar, masuknya uap air dan gas-gas lainnya yang dapat menurunkan mutu simplisia. Untuk simplisia yang tidak tahan terhadap sinar, misalnya yang banyak mengandung vitamin, pigmen atau minyak, diperlukan wadah yang melindungi simplisa terhadap cahaya, misalnya aluminium foil, plastic atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan lain sebagainya.
              Bungkus yang paling lazim digunakan untuk simplisia adalah karung goni. Sering juga digunakan karung atau kantong plastik, peti atau drum dari kayu atau karton. Beberapa jenis simplisia terutaman yang berbentuk cairan dikemas dalam botol atau guci porselen. Simplisia yang berasal dari akar, rimpang, umbi, kulit akar, kulit batang, kayu, daun, herba, buah, biji dan bunga sebaiknya dikemas pada karung plastik. Simplisia dari daun atau herba umumnya dimampatkan terlebih dahulu dalam bentuk yang padat dan mampat, dibungkus dalam karung plastik dan dijahit. Untuk keperluan perdagangan  dan ekspor simplisia dalam bungkus plastik tersebut berbobot antara 50 sampai 125 kg tiap bal.
              Simplisia yang mudah menyerap air, udara perlu dibungkus rapat untuk mencegah terjadinya penyerapan kelembaban tersebut. Sesudah dikeringkan sampai cukup kering di bungkus dengan karung atau kantong plastic, dalam peti drum atau kaleng besi berlapis. Pada penyimpanannya, simplisia tersebut dimasukkan dalam wada yang tertutup rapat dan seringkali perlu diberi kapur tohor sebagai bahan pengering.
              Gom dan damar dikemas dalam wadah drum, peti yang terbuat dari karton, kayu atau besi berlapis sedangkan simplisia aroma atau baunya perlu dipertahankan, harus dikemas dalam peti kayu berlapis timah.
Kaleng atau aluminium dapat digunakan sebagai wadah untuk simplisia kering
terutama jika diperlukan penutupan secara vakum. Akan tetapi kaleng dan bahan aluminium bersifat korosif dan mudah bereaksi dengan bahan yang disimpan di dalamnya, sehingga kaleng atau aluminium biasanya harus diberi lapisan khusus misalnya lapisan oleoresin, vinil, malam ataupun bahan yang lainnya. Sifat wadah gelas yang mengguntungkan adalah tidak beraksi, tetapi penggunaan wadah gelas terbatas, karena gelas mudah pecah dan berat, sehingga menyulitkan dalam pengangkutan. Kertas dan karton tidak dapat digunakan sebagai pembungkus simplisia secara sempurna oleh karena itu, biasanya bahan pembungkus kertas perlu dilapis lagi dengan lilin, damar, atau plastik untuk mencegah keluar masuknya gas dan uap air. Plastik biasanya digunakan untuk membungkus simplisia kering, tetapi penggunaan plastik tidak tahan panas dan mudah menguap. Sekarang ini, aluminium foil mulai banyak digunakan karena sifatnya mengguntungkan, diantaranya mudah dilipat, ringan serta dapat mencegah keluar masuknya air dan zat-zat yang mudah menguap lainnya.
              Penyimpanan simplisia kering, biasanya dilakukan pada suhu kamar (15 sampai 30 , tetapi dapat pula dilakukan ditempat sejuk (5  sampai 15 ), atau tempat dingin (0  sampai 5 ), tergantung dari sifat dan ketahanan simplisia tersebut. Kelemaban udara di ruang penyimpanan simplisia kering, sebaiknya diusahakan serendah mungkin untuk mencegah terjadinya penyerapan uap air. Di Indonesia daun tembakau dikemas dalam keranjang bambu yang bagian dalamnya diberi lapisan pelepah daun pisang yang telah dikeringkan.
              Simplisia harus disimpan didalam ruangan penyimpanan khusus atau dalam gudang simplisia, terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya maupun alat-alat. Gudang simplisia harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai dengan fungsinya, dibuat dengan konstruksi permanen yang cukup kuat dan dipelihara dengan baik. Gudang harus mempunyai ventilasi udara yang cukup baik dan bebas dari kebocoran dan kemungkinan kemasukan air hujan. Perlu dilakukan pencegahan kemungkinan kerusakan simplisia yang ditimbulkan oleh hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang disimpan. Untuk mencegah tertariknya serangga pemakan simplisia ataupun lalat dan nyamuk, gudang harus bersih dan bebas dari sampah. Untuk mencegah masuknya tikus ke dalam gudang simplisia, sedapat mungkun lubang ventilasi, lubang-lubang saluran air dan lubang-lubang lainnya diberi tutup yang sesuai seperti kasa kawat atau yang lainnya.
              Cara penyimpanan simplisia dalam gudang harus diatur sedemikian rupa, sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran bahan simplisia yang disimpan. Untuk simplisia yang sejenis, harus diberlakukan prinsip “ pertama masuk, pertama keluar ”, untuk itu perlu dilakukan administrasi pergudangan yang teratur dan rapi. Semua simplisia dalam bungkus atau wadahnya masing-masing harus diberi label dan dicantumkan nama jenis, asal bahan, tanggal penerimaan, dan pemasukan dalam gudang. Dalam jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan gudang secara umum, dilakukan pengecekkan dan pengujian mutu terhadap semua simplisia yang dipandang perlu. Simplisia yang setelah diperiksa ternyata tidak lagi memenuhi syarat yang ditentukan misalnya tumbuh kapang, dimakan serangga, berubah warna, berubah bau dan lain sebagainya dikeluarkan dari gudang dan dibuang.

h.    Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau
pembeliannya dari pengumpul atau pedagang simplisia. Agar diperoleh simplisia dengan mutu yang mantap, seyogyanya disediakan contoh pada tiap-tiap simplisia dengan mutu yang pasti dan memenuhi syarat yang mana dapat dipergunakan sebagai pembanding simplisia. Pada tiap-tiap penerimaan atau pembelian simplisia tertentu diperlukan pengujian mutu yang dicocokkan dengan simplisia pembanding. Contoh simplisia pembanding tersebut disimpan pada tempat secara khusus untuk menjaga mutunya, dan setiap jangka waktu tertentu diperiksa kembali mutunya dan apabila kedapatan penurunan mutu maka perlu dilakukan pergantian simplisa pembanding ang baru.
            Secara umum, simplisia yang tidak memenuhi syarat seperti kekeringan, ditumbuhi kapang, mengandung lendir, sudah berbau dan berubah warna, berserangga atau termakan serangga harus dilakukan penolakan oleh penerimanya. Pada pemeriksaan mutu simplisia, pemeriksaan dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik, mikroskopik atau dengan cara kimia. Beberapa jenis simplisia tetentu ada yang perlu diperiksa dengan uji mutu secara biologi.
            Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan cara mengamati bentuk, warna dan bau simplisia. Ada kalanya membutuhkan alat optik berupa kaca pembesar maupun mikroskop. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia dan pemeriksaan untuk menetapkan mutu berdasarkan senyawa aktif.
            Sebelum disortir, sebaiknya simplisia diayak atau ditampi dulu untuk membuang debu/ pasir yang terikut pada simplisia. Besar kcilnya lubang ayakan disesuaikan dengan ukuran simplisia, misalnya ayakan untuk jinten hitam dan ayakan unyuk kulit kina harus berbeda. Untuk memisahkan bahan organik asing dapat dilakukan sortasi manual dengan menggunakan tangan.
            Cara mencegah kerusakan simplisia pada penyimpanan, terutama adalah memperhatikan dan menjaga kekeringan. Untuk itu pembungkusan dan pewadahan simplisia harus disesuaikan dengan sifat fisika dan kimia dari simplisia tersebut. Simplisia yang dapat menyerap uap air/ udara, dimasukkan atau dibungkus dalam wadah yang rapat, jika perlu dalam wadah yang diberi kapur tohor untuk bahan pengering. Simplisia yang pada saat penerimaan belum cukup bersih, dicuci dengan air bersih, dikeringkan sampai cukup kering, dibungkus atau dimasukkan dalam wadah yang sesuai baru disimpan dalam gudang simplisia.